Senin, 17 Maret 2014
Tembang Dandang Gula
Murwakani sira olah bathin,
Sifat angkara sira singkirna,
Hawa nepsu talenane,
Manembah kang satuhu,
Siang ratri hamemuja Gusti,
Awas eling mring kahanan,
Nut swaraning kalbu,
Tindak tanduk kang prasaja,
Welas asih mring sarwa titahing urip,
Katekan kang sinedya.
Saya, anda, semua orang, niscaya merindukan kehidupan yang berkelimpahan, ayem tentrem, berhiaskan kebahagiaan. Dalam khazanah spiritualitas jawa, hal demikian hanya bisa dicapai jika kita terlebih dahulu menuntaskan tangga demi tangga menuju kasampurnan atau kautamaan urip. untuk meraih kasampurnan dan kautamaan urip, seseorang harus tekun mengolah bathin, menyingkirkan angkara murka, mengikat hawa nafsu, sungguh-sungguh berbakti kepada Tuhan dan siang malam memuja-Nya, senantiasa awas dan sadar akan keadaan yang dihadapi, selalu mengikuti suara hati yang paling dalam, bertindak secara tepat, dan welas asih kepada semua makhluk.
Konsep dasar yang dipakai: untuk meraih kasampurnan dan kautamaan urip, seseorang harus ngangsu kawruh dan menjalani proses pendadaran diri berdasarkan tatwa, etika dan upacara yang tepat dan lengkap. Tatwa berkaitan dengan filsafat dari sebuah laku. Etika menyangkut aturan yang harus diikuti saat kita menjalankan laku tertentu. Dalam bahasa lain, etika adalah paugeran. Sementara upacara menyangkut tata cara manembah yang harus dijalankan, termasuk di dalamnya menyangkut aturan uborampe yang dipergunakan dalam upacara.
Ketiga hal itu tidak bisa dipisah-pisah, dan harus dijalankan sebagai sebuah kesatuan. Menghayati filsafat kehidupan Jawa tanpa mematuhi etika dan menjalankan upacara, tak akan memberi hasil optimal. Demikian juga jika kita hanya menjalankan etika saja, atau upacara saja, tanpa unsur yang lain.
Inilah yang disebut ajaran teluning atunggil: tiga hal yang menjadi satu kesatuan. Laksana telor yang terdiri dari kuning telor, putih telor, dan kulit telor. Agar telor bisa menetas, melahirkan kehidupan baru, maka ketiga bagian telor itu harus matang dulu secara menyeluruh. Konsep teluning atunggil itu tak hanya perlu dipraktekkan dalam proses pembelajaran secara menyeluruh, tetapi juga harus mulai diterapkan dalam setiap jenjang dan momentum pembelajaran, termasuk saat kita menjalankan tirta yatra. Sebuah tirtayatra atau perjalanan spiritual ke petilasan atau pepunden tertentu untuk menemukan kemurnian/kesucian diri dan kawicaksanan, hanya bisa memberi hasil optimal jika dilakukan sesuai tatwa, etika dan upacara. Dan setiap tempat memiliki tatwa, etika dan upacaranya sendiri.
( saking mas Setyo Hajar Dewantoro )
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar