Ani masih seakan tak percaya. Gadis itu menatap nanar kotak kue besar di hadapannya yang berisi pastel isi mie yang telah ditata rapi memenuhi kotak plastik berwarna kabut tersebut. Ini sebenarnya jenis kue kesukaannya namun kali ini bukan untuk dia makan. “Segera berangkat Nak, nanti kamu telat,” Ujar Ibunya langsung sambil memasukkan kotak kue itu dalam tas plastik hitam.
“Iya Bu! Ini Ani juga sudah mau berangkat,” Jawabnya pelan dengan nada pasrah. Ada peperangan dalam batinnya: antara simpati pada tekad seorang ibu dengan rasa gengsi khas anak remaja.
“Jangan lupa, diletakkan di kantin ya Nak” Ingat ibunya entah sudah berapa kali. Ani cuma mengangguk sambil menyalami tangan perempuan paruh baya itu, sosok yang hanya dia miliki di dunia ini.
Sepanjang perjalanan ke sekolah, pikiran Ani berkecamuk. Terbayang dalam pikirannya, Renata, cewek egois, anak orang kaya yang sombong itu akan mengejeknya karena jajanan dalam tas plastik itu. Lalu ada juga cowok sok yang suka menghina siapapun untuk kepuasan dirinya sendiri.
“Ya ampun, apa kata teman-teman bila aku membawa kue untuk dititipkan di kantin?” gumam Ani pelan dengan hati menderita. “Pasti Renata cs akan mengejekku sambil meneriakkan ‘Ani pengusaha pastel’ seperti yang mereka lakukan kepada Mita yang dulu menitipkan Macaroni di kantin,” Ani menendang batu kecil di sepanjang perjalanan sebagai pelampiasan kegundahannya. Setelah berjalan sekitar 10 menit, pintu gerbang SMP Taman Asri mulai terlihat. Ani memandang banggunan bercat hijau muda itu dengan rasa gentar, seperti melihat makhluk halus di pagi hari. Dari luar, SMP Taman Asri masih terlihat sepi. “Untung,” batin Ani. Dia berjalan memasuki area sekolah dengan perasaaan cemas, dia khawatir ada seorang temannya yang melihat dia akan menitipkan kue ke kantin. Untungnya sepanjang perjalanan ke kantin tak terlihat satupun anak kelas VII, beberapa anak yang Ani temui hanya anak-anak dari kelas VIII dan IX saja. Sekali lagi Ani mengelus dadanya senang. Setelah berhasil menitipkan kue tanpa terlihat teman-temannya dia segera berjalan menyusuri koridor menuju ke kelasnya. Benar masih sepi, hanya ada Heru si kutu buku berkacamata minus dengan buku tebal seukuran kamus bahasa Inggris di genggamannya. Tak berapa lama teman-teman Ani pun berdatangan, Karena asyik dengan teman-temannya Ani telah lupa dengan masalahnya tadi pagi. Teng…Teng..Teng..
“Ibu akhiri pelajaran hari ini. Jangan lupa PR kalian di buku cetak halaman 60-63. Sekian, selamat siang” Bu Reny mengakhiri pelajaran Matematika siang itu, keluar dari ruangan diikuti suara sepatu haknya. Ruangan kelas yang semula tertib langsung berubah menjadi gaduh. “Ke kantin yuk,” ajak Renata kepada teman-teman di kelas. Beberapa ada yang mengikuti Renata keluar kelas, ada yang tetap di kelas untuk menyalin tugas temannya, ada pula yang mengeluarkan bekal masing-masing. Sementara Ani kembali teringat kepada pastelnya di kantin. Istirahat kali ini dia benar-benar merasa tak nyaman karena rasa khawatirnya. Ani mengeluarkan novel dari dalam tas yang dipinjamnya dari perpustakaan kota kemarin. Mungkin dapat mengatasi kekhawatirannya, pikirnya. Agak lama, Renata dan kawan-kawan, si sombong yang egois itu, kembali ke kelas dan menghampiri Ani. “Kamu yang nitip kue pastel di kantin ya?” tanya Renata dengan suara agak keras yang langsung menyita perhatian warga kelas. “Bahaya ini, pasti mereka ketahui dari pemilik kantin,” gumam Ani dalam Hati. Ani sudah menduga hal itu, tetapi tak menyangka bila terjadi di depan semua teman sekelas. Dia berusaha menyembunyikan rasa malunya yang terpancar dalam wajah. Ani hanya mengangguk. Terbayang dirinya akan diejek oleh teman sekelasnya.
“Aduh Ni, jujur aja, rasanya pastelmu tu top banget deh, aduh tadi aku habis dua. Nilam malah beli tiga, pastelmu diserbu oleh semua anak di kantin. Enak banget deh,” kata Renata dengan suara ceria dan anehnya terdengar tulus. Ani tentu saja kaget. “Itu ibuku yang buat,” sahut Ani. Hilang sudah rasa malu dalam diri Ani. Bahkan diam-diam merasa senang. Buat apa sih malu dengan sesuatu yang baik, pikirnya.
“Oh ya, aku ada rencana, akan minta papa supaya memesan pastel buatan ibu Ani untuk acara arisan Mama besok. Bisa gak,” Renata memandang Ani serius. “Ntar aku tanya ke ibuku dulu,” Kata Ani. Sedetik kemudian, Ani menyesal telah salah mengira teman-temannya. Di rumah diceritakan kejadian hari itu kepada ibunya. Ani bercerita dengan jujur bahwa awalnya dia merasa malu sekali menitipkan jajanan ke kantin sekolah. Dia juga bercerita tentang tanggapan Renata dan teman lainnya tentang pastel buatang ibunnya. “Kita nggak boleh malu dengan pekerjaan apapun yang halal,” Ujar ibunya sambil memeluk Ani. “Ayah di alam sana pasti bangga dengan apa yang kita lakukan ini demi ber tahan hidup dan untuk pendidikan kamu,” kata Ibu dengan mimik wajah yang teduh.
Ani terharu. Sekarang dia mengerti arti penting dari hidup, kejujuran dan persahabatan. Sore itu langit begitu bersahabat untuk Ani dan Ibunya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar